Mejeng sejenak di Alun-Alun Wonosobo (Depan SMEA N Wonosobo) Tahun 1989 |
Sejenak kalau kita menengok kebelakang, kan teringat sekolah
kita yang tercinta ini. Sebuah sekolah ditengah kota yang berdinding papan.
Bila hujan lebat, siap-siap mencari ember guna menampung bocoran, mejapun
serentak kita tengahkan agar tidak terkena tiris air hujan. Kalau masih saja
kena tiris, payungpun terpaksa kita buka di dalam kelas. Celakanya lagi,
seminggu harus masuk sore, padahal Wonosobo kota penghujan, jadi hampir setiap
hari saat jatah masuk sore dan musim penghujan strategi tersebut diatas selalu
kita gunakan. Bila hujan deras mulai melanda, Bapak dan ibu Gurupun kalah suara
dengan kerasnya suara hujan, ujung-ujungnya digunakan strategi mencatat guna
mengatasi keadaan tersebut. Saat itu mesin foto copy belum seramai sekarang,
jadi menulis berlembar-lembar buku jadi menu pelajaran setiap hari. Kapan
neranginya? Hm...
Mesin komputer hanya ada satu buah, digunakan siswa satu
sekolahan, bila sekelas ada 40 siswa, kapan dapat giliran pegang mesin ajaib
itu sudah bangga sekali. Jadi kalau esoknya ditanya Pak Herman, “pelajaran
komputer kemarin sampai mana ya? Kita kompak menjawab “Sampai mencet enter pak” ha.... (Karena kalo udah tekan enter
harus gantian siswa lain).
Memory sekolah papan memang sangat unik, ada juga yang
memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Istilah yang keren dalam strategi
pemasaran adalah mencari ceruk guna memanfaatkan peluang yang ada. Selah-selah
papan yang telah tua menjadikannya sedikit merenggang pada setiap sambungan,
jadi kalau buat mengintip kelas sebelah sangatlah strategis. Celakanya bila
yang duduk di bangku paling depan kelas sebelah adalah cewek. Bisa-bisa jadi
sasaran intip tuh, kan jaman dulu belum model rok panjang, jadi bagi para cewek
yang duduk di depan harus siap-siap secara cepat tutup paha bila signal lobang
bawah mulai ada bayang-bayang mata mengintai he.....
Di dalam kelas Tahun 1989 |
Tidak ada komentar :
Posting Komentar